Senin, 28 Mei 2012

Teknologi Pendidikan Jarak Jauh Harus Dieksploitasi

Teknologi Pendidikan Jarak Jauh Harus Dieksploitasi

Ditulis pada 12 October 11
Negara-negara berbagai kawasan bisa saling berbagi pengalaman, terutama dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan  dalam penyelenggaraan  sistem  pendidikan jarak jauh  dan terbuka atau yang dikenal dengan Open and Distance Learning (ODL).
ODL sendiri telah diterapkandi Indonesia, terutama oleh Universitas Terbuka (UT).  “Di UT, ada dua jejaring ODL yaitu jejaring  untuk pelayanan warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri  dan  networking. UT sebagai pemain ODL, sehingga kami harus  aktif  dalam organisasi ODL di  manca negara,”  ungkap  Rektor Universitas Terbuka (UT), Tian Belawati, kepada BISKOM  di kampus UT Pondok Cabe,  Tangerang  (11/10),  saat menyampaikan hasil-hasil dari  International Council for Open and Distance Education (ICDE) World Conference ke-24.
Konferensi tingkat dunia  yang diikuti 700 delegasi dari 50 negara ini merupakan  agenda dua tahunan dari ICDE. Acara  yang digelar di  Nusa Dua, Bali, 2 – 5 Oktober lalu, bertemakan “Expanding Horizons – New Approaches to ODL” (Memperluas Cakrawala – Pendekatan Baru dalam ODL). Konferensi ini merupakan forum berbagi pengalaman, gagasan, dan strategi esensial dan praktis di kalangan komunitas sesama institusi dan praktisi  ODL .
Tian yang juga terpilih menjadi anggota eksekutif  komisi ICDE berharap agar organisasi internasional ODL memperhatikan  sistem ODL di negara-negara  berkembang seperti Indonesia dan Asia lainnya yang  infrastruktur backbone serat optic-nya masih  belum merata.
“Untuk akses broadband dan internet, Amerika Serikat dan Eropa memang  terdepan, sementara Asia Timur dan Asia Tenggara, seperti Korea Selatan, Jepang dan  China cukup sukses dengan pertumbuhan akses pita lebar ini,” sambungnya.
Tian mencontohkan, negara China itu  basis UT-nya adalah The China Central Radio dan TV University  yang sekarang sudah berganti nama menjadi The Open University of China.  Nmaun, meski infrastruktur TI-nya  sudah memadai, penetrasi broadband-nya masih sedikit dari total jumlah penduduknya.
“China memiliki kesamaan dengan Indonesia, dimana masyarakatnya belum semuanya siap ber-online ria walaupun infrastrukturnya sudah memadai.  Apalagi pengguna internet di Indonesia masih lebih banyak menggunakan ponsel dari pada perangkat lain,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional  Muhammad Nuh mengatakan,  teknologi yang diterapkan dalam sistem  ODL harus dieksploitasi agar  memberikan nilai tambah  maksimal. Sebab, nilai standar pada teknologi ODL adalah koneksi dan transaksi.
“Perkembangan teknologi saat ini telah merevolusi, membantu kita dalam melakukan interaksi. Interaksi  terpusat  melalui portal dalam  konsep web 1.0 telah mengalami perubahan mendasar  menjadi  interaksi jejaring dalam konsep web 2.0 yang mengedepankan ruang terbuka bagi siapapun untuk berekspresi,” kata Nuh.
Menurutnya, konsep interaksi  jejaring atau kolaborasi merupakan nilai lanjutan dari tenknologi ODL, setelah koneksi dan transaksi. Implementasinya adalah sebuah sistem terbuka agar pembelajar memasukkan konten melalui tahapan evaluasi.
“Nilai kolaborasi ini akan menghasilkan konten yang beragam sehingga terjadilah konsep  pengajaran ideal, dimana pembelajar memperoleh  pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya,” tambahnya.
Sehubungan dengan itu, Kementerian Diknas tengah mengembangkan Rumah Belajar  yaitu suatu sIstem berbagi  materi e-Pembelajaran yang mendukung ODL. Sistem tersebut dibuat dengan konsep partisipatif dan kolaboratif dengan menggunakan platform konten bersama (sharable content).
Nuh berharap,   rumah belajar  ini  akan menjadi program e-Pendidikan nasional  (National e-Education Gateway) agar terjadi hubungan antara pusat-pusat ODL di negara- negara lain dengan Indonesia dalam suatu jejaring ODL global.

sumber : mitra komunitas telematika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar